Senin, 23 Januari 2012

penduduk, masyarakat dan 5 kebudayaan

1.    PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Bangsa Indonesia memiliki 5 pulau besar serta pulai kecil lainnya yang mengelilingginya. Di setiap wilayah memiliki penduduknya masing – masing. Sangat beragam dan unik tentunya. Penduduk ini kemudian berkumpul membentuk suku. Suku ini juga melahirkan kebudayaan tersendiri. Kebudayaan inilah yang juga merupakan simbol atupun lambang. Dimana penduduk lain yang tidak tahu mengenai suku lain dapat saling mengenal lewat kebudayan. Inilah yang menjadikan kebudayaan ini sangat penting.
Pada era globalisasi ini, pemahaman mengenai unsur sejarah bebuyaan manusia  mulai bergeser dan digantikan dengan hal baru . Seperti ilmu teknologi. Teknologi memang selalu berkembang dengan pesat dan aktual. Maka dari itu masyarakat selalu ingin mengetahui hal baru yang terjadi di dunia. Cara akses yang cepat dan biaya yang murah dan di dukung dengan kemudahan dapat dibawa kemanapun, menjadikan manusia bergantung pada teknologi. Untuk itu dalam rangka mengenalkan pemahaman manusia tentang unsur sejarah kebudayaan daerah  perlu melakukan beberapa langkah strategis, diantarannya melalui media teknologi informasi. Seperti internet, blog, maupun jejaring sosial.
Kulturalisasi peran sumber daya manusia sangat penting dan cukup menentukan serta menjadi prioritas tersendiri. Maka diperlukan merealisasikannya dengan memberikan informasi, cerita, dan gambar pada setiap insan. Hal ini dianggap cukup penting dikarenakan menyangkut tentang asal dan muasal kebudayaan setempat yang didiami kelompok manusia. Manusia itu sendiri harus memahami dan hafal asalnya, termasuk kebudayaan. Sehingga mereka dapat menjelaskan sejarah dan perkembangganya hingga saat ini kepada generasi penerus. Agar selalu terbina semangat berkelanjutan ke arah yang lebih baik.
Pelestarian budaya betawi belum maksimal hingga saat ini. Budaya betawi saat ini terancam kelestarianya,sebab banyak masyarakat utamanya generasi muda yang kurang peduli dan lebih mengutamakan kebudayaan dari negara lain. Hal ini tentu cukup memprihatinkan dan harus secepatnya dicarikan solusinya.Oleh karena itu, saya sebagai pendatang baru di ibu kota negara perlu memahami mengenai wilayah dimana saya tinggal. Tentunya tentang kebudayaan yang harus saya hormati. Saya yang berasal dari suku jawa ini, sangat mengagumi keunikan suku dimana saya tinggal. Yaitu suku betawi. Sehingga saya merasa wajib untuk memahami suku ini dan memperkenalkan kepada masyarakat lain.




A.    MAKSUD dan TUJUAN
1.    Mengenal tentang wilayah setempat
2.    Memahami tentang perilaku masyarakat sekitar
3.    Menghormati apaapun yang dianut oleh masyarakat
4.    Dapat mengambil tindakan inisiatif mengenai keadaan sekitar
5.    Mengenalkan kepada masyarakat sekitar tentang kebudayaan
6.    Mengubah pemahamn yang salah menjadi benar tentang kebudayyan suku betawi
B.    TINJAUAN TEORI

1.    “Betawi terbentuk oleh perkawinan silang beberapa suku,antara lain Sunda,China,Bugis,jawa dll” (Thomas Stanford Raffles dalam History of Java pada tahun 1815). Sumber: http://id.shvoong.com/humanities/history/2198204-dsejarah-suku-betawi/#ixzz1ZujaE2GY
2.    “Kecintaan pada budaya peninggalan leluhur ini harus kembali ditingkatkan. Caranya dengan pengenalan sejak dini melalui sekolah-sekolah.Elemen masyarakat harus lebih ditingkatkan keterlibatanya dalam pengelolaan budaya daerah. Karena dengan begitulah, budaya tersebut akan tetap lestari,” (Budi Santoso, anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta, saat bertemu dengan warga Jakarta Utara, Rabu (13/7). Sumber:m.jpnn.com/news.php?id=97962

3.    METODOLOGI

Permasalahan : Masyarakat banyak yang salah kaprah tentang penduduk asli  Jakarta adalah betawi.

    Sebenarnya hal itu salah. Namun hal itu juga sepenuhnya juga tidak salah, karena Suku Betawi juga penduduk Jakarta. Suku Betawi adalah pendatang di Jakarta yang mendiami dan meneruskan kehidupan mereka di Jakarta. Sehingga yang banyak terlihat adalah Suku Betawi.

Langkah – langkah :
1.    Melihat masyarakat sekitar, contoh yang saya ambil adalah lingkungan kampus
2.    Menanyakan apa yang saya permasalahkan dan mencatat setiap jawaban yang teman – teman berikan
3.    Tidak perlu setiap orang yang harus ditanya, saya mengambil sampel di dalam kelas
4.    Setiap kelas berisi laki – laki dan permpuan, saya menanyakan kepada 5 laki – laki dan 5 perempuan 
5.    Menganalisa masalah saya
6.    Menuliskan hasil observasi pada tugas




4.    STUDI KASUS
Pengamatan sosial objek :
    Tempat : Lingkungan kelas di kampus

Secara fisik semua warga DKI Jakarta hampir serupa. Dari keserupaan ini mereka memiliki sifat atau ciri khas masing – masing, sehingga saya dapat menghafal mereka. Dari segi fisik, mereka dapat dibedakan dari cara berpakaian, rambut, wajah yang unik, dan cara mereka berbicara. Dari segi kepribadian, mereka ada yang memiliki sifat tempramental, ada yang biasa saja atau yang disebut cuek, ada yang bersikap seolah – olah mencari perhatian, dan ada juga yang bersifat humoris.

Dari apa yang saya amati ini dapat mengisyarakatkan mereka berasal dari wilayah yang berbeda. Dari wilayah yang berbeda ini, mereka pergi ke daerah ibu kota demi menuntut ilmu. Di dalam menuntut ilmu saya bertemu banyak orang dengan tipe yang bervariasi. Kita semua berkumpul untuk satu tujuan, yaitu belajar.

Belajar tidak hanya mempelajari ilmu murni, seperti jurusan yang saya ambil yaitu sistem komputer, tapi juga mempelajari sejarah wilayah dimana saya tinggal, dan sebagainya. Jadi jelas bahwa saya mengambil objek di lingkingan terkecil, yaitu teman – teman yang ada di kelas.

5.    PEMBAHASAN

Studi kasus pada : objek kelas

Tinjauan teori :
1.    “Betawi terbentuk oleh perkawinan silang beberapa suku,antara lain Sunda,China,Bugis,jawa dll” (Thomas Stanford Raffles dalam History of Java pada tahun 1815). Sumber: http://id.shvoong.com/humanities/history/2198204-dsejarah-suku-betawi/#ixzz1ZujaE2GY
2.    “Kecintaan pada budaya peninggalan leluhur ini harus kembali ditingkatkan. Caranya dengan pengenalan sejak dini melalui sekolah-sekolah.Elemen masyarakat harus lebih ditingkatkan keterlibatanya dalam pengelolaan budaya daerah. Karena dengan begitulah, budaya tersebut akan tetap lestari,” (Budi Santoso, anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta, saat bertemu dengan warga Jakarta Utara, Rabu (13/7). Sumber:m.jpnn.com/news.php?id=97962


Permasalahan : Masyarakat banyak yang salah kaprah tentang penduduk asli  Jakarta adalah betawi.






Pembahasan
    Berawal dari permasalahan yang saya angkat yaitu tentang masyarakat yang mengasumsi suku asli di Jakarta adalah Suku Betawi. Dengan memperhatikan studi kasus pada objek kelas saya sendiri, dan tidak luput berpedoman pada tinjauan teori.

    Berdasarkan teori Thomas Stanford Raffles yang berbunyi “Betawi terbentuk oleh perkawinan silang beberapa suku,antara lain Sunda,China,Bugis,jawa dll”. Hal ini bembuktikan bahwa Suku Betawi merupakan pendatang di Jakarta ini. Suku asli Jakarta adalah suku sunda, jawa, bali, bugis, makassar, ambon dan melayu.

    Bilamana ada yang mengatakan bahwa penduduk asli Jakarta adalah Suku Betawi, sebenarnya hal itu tidak sepenuhnya salah, namun pemahaman setiap orang berbeda. Maka dari itu perlu diberikan penjelasan bahwa penduduk asli Jakarta adalah bukan suku betawi, melainkan suku selain betawi itu sendiri. Suku asli penduduk Jakarta adalah suku sunda, jawa, bali, bugis, makassar, ambon, dan melayu. Inilah pentingnya pemahaman asal usul wilayah tempat tinggal kita. Suku sunda, jawa, bali, bugis, makassar, ambon, dan melayu ini adalah beberapa suku yang merupakan penduduk asli Jakarta, sebelum suku betawi masuk. Suku inilah yang pertama kali bertempat tinggal di Jakarta. Kemudian penduduk lain dari negara yang lain pula juga ikut berdatangan, yang disebut suku pendatang. Suku pendatang ini adalah berasal dari negara arab, india, tionghoa, dan eropa. 
Suku Sunda sebagai mayoritas, sebelum abad ke-16 dan masuk ke dalam Kerajaan Tarumanegara serta kemudian Pakuan Pajajaran. Selain orang Sunda, terdapat pula pedagang dan pelaut asing dari pesisir utara Jawa, dari berbagai pulau Indonesia Timur, dari Malaka di semenanjung Malaya, bahkan dari Tiongkok serta Gujarat di India.
Suku Betawi berasal dari perkawinan campur. Berawal dari perjanjian antara Surawisesa (raja Kerajaan Sunda) dengan bangsa Portugis pada tahun 1512 yang membolehkan Portugis untuk membangun suatu komunitas di Sunda Kelapa. Hal ini  mengakibatkan perkawinan campuran antara penduduk lokal dengan bangsa Portugis yang menurunkan darah campuran Portugis. Dari komunitas ini lahir Suku Betawi.
Sebelum Suku Betawi lahir, ada penduduk yang mendiami Jakarta terlebih dahulu. Di dalam ilmu sejarah pulau Jawa, khususnya wilayah DKI Jakarta menjadi daerah jajahan. Belanda menjajah Indonesia dan menguasai daerah Jakarta cukup lama, sekitar 350 tahun. Belanda juga mendirikan pusat perdagangan yang disebut VOC. Setelah VOC menjadikan Jakarta sebagai pusat kegiatan niaganya, Belanda memerlukan banyak tenaga kerja untuk membuka lahan pertanian dan membangun roda perekonomian kota ini. Ketika itu VOC banyak membeli budak dari penguasa Bali, karena saat itu di Bali masih berlangsung praktik perbudakan. Itulah penyebab masih tersisanya kosa kata dan tata bahasa Bali dalam bahasa Betawi kini.
 Kemajuan perdagangan di Jakarta menarik berbagai suku bangsa dari penjuru Nusantara hingga Tiongkok, Arab dan India untuk bekerja di kota ini. Pengaruh suku bangsa pendatang asing tampak jelas dalam busana pengantin Betawi yang banyak dipengaruhi unsur Arab dan Tiongkok. Berbagai nama tempat di Jakarta juga menyisakan petunjuk sejarah mengenai datangnya berbagai suku bangsa ke Jakarta. Seperti Kampung Melayu, Kampung Bali, Kampung Ambon, Kampung Jawa, Kampung Makassar dan Kampung Bugis. Rumah Bugis di bagian utara Jl. Mangga Dua di daerah kampung Bugis yang dimulai pada tahun 1690. Pada awal abad ke 20 ini masih terdapat beberapa rumah seperti ini di daerah Kota.
Antropolog Universitas Indonesia, Dr. Yasmine Zaki Shahab, MA memperkirakan, etnis Betawi baru terbentuk sekitar seabad lalu, antara tahun 1815-1893. Perkiraan ini didasarkan atas studi sejarah demografi penduduk Jakarta yang dirintis sejarawan Australia, Lance Castle. Di zaman kolonial Belanda, pemerintah selalu melakukan sensus, yang dibuat berdasarkan bangsa atau golongan etnisnya. Dalam data sensus penduduk Jakarta tahun 1615 dan 1815, terdapat penduduk dari berbagai golongan etnis, tetapi tidak ada catatan mengenai golongan etnis Betawi. Hasil sensus tahun 1893 menunjukkan hilangnya sejumlah golongan etnis yang sebelumnya ada. Misalnya saja orang Arab dan Moor, orang Bali, Jawa, Sunda, orang Sulawesi Selatan, orang Sumbawa, orang Ambon dan Banda, dan orang Melayu. Kemungkinan kesemua suku bangsa Nusantara dan Arab Moor ini dikategorikan ke dalam kesatuan penduduk pribumi (Belanda: inlander) di Jakarta yang kemudian terserap ke dalam kelompok etnis Betawi.
Pada tahun 1930, kategori orang Betawi yang sebelumnya tidak pernah ada justru muncul sebagai kategori baru dalam data sensus tahun tersebut. Jumlah orang Betawi sebanyak 778.953 jiwa dan menjadi mayoritas penduduk Jakarta waktu itu.
Antropolog Universitas Indonesia lainnya, Prof Dr Parsudi Suparlan menyatakan, kesadaran sebagai orang Betawi pada awal pembentukan kelompok etnis itu juga belum mengakar. Dalam pergaulan sehari-hari, mereka lebih sering menyebut diri berdasarkan lokalitas tempat tinggal mereka, seperti orang Kemayoran, orang Senen, atau orang Rawabelong.
Pengakuan terhadap adanya orang Betawi sebagai sebuah kelompok etnis dan sebagai satuan sosial dan politik dalam lingkup yang lebih luas, yakni di Jakarta, baru muncul pada tahun 1923, saat Husni Thamrin, tokoh masyarakat Betawi mendirikan Perkoempoelan Kaoem Betawi. Baru pada waktu itu pula segenap orang Betawi sadar mereka merupakan sebuah golongan, yakni golongan orang Betawi.
Ada juga yang berpendapat bahwa orang Betawi tidak hanya mencakup masyarakat campuran dalam benteng Batavia yang dibangun oleh Belanda tapi juga mencakup penduduk di luar benteng tersebut yang disebut masyarakat proto Betawi. Penduduk lokal di luar benteng Batavia tersebut sudah menggunakan bahasa Melayu, yang umum digunakan di Sumatera, yang kemudian dijadikan sebagai bahasa nasional.
Setelah Kemerdekaan di umumkan di Indonesia pada 17 agustus 1945, sejak akhir abad yang lalu dan khususnya setelah kemerdekaan (1945), Jakarta dibanjiri imigran dari seluruh Indonesia, sehingga orang Betawi — dalam arti apapun juga — tinggal sebagai minoritas. Pada tahun 1961, 'suku' Betawi mencakup kurang lebih 22,9 persen dari antara 2,9 juta penduduk Jakarta pada waktu itu. Mereka semakin terdesak ke pinggiran, bahkan ramai-ramai digusur dan tergusur ke luar Jakarta. Walaupun sebetulnya, ’suku’ Betawi tidaklah pernah tergusur atau digusur dari Jakarta, karena proses asimilasi dari berbagai suku yang ada di Indonesia hingga kini terus berlangsung dan melalui proses panjang itu pulalah ’suku’ Betawi hadir di bumi Nusantara.
Kata Betawi digunakan untuk menyatakan suku asli yang menghuni Jakarta dan bahasa Melayu Kreol yang digunakannya, dan juga kebudayaan Melayunya. Kata Betawi berasal dari kata "Batavia," yaitu nama lama Jakarta pada masa Hindia Belanda.

Betawi
  
  
Mohammad Husni Thamrin, Ismail Marzuki, Dedy Mizwar
Benyamin Sueb, Alya Rohali, Fauzi Bowo

Jumlah populasi

3 juta (sensus 2000)

Kawasan dengan jumlah penduduk yang signifikan
Jakarta: 2.3 juta

Bahasa

Betawi, Indonesia

Agama

Islam dan Kristen (minoritas)

Kelompok etnis terdekat
Banten, Jawa, Sunda, Melayu


Budaya Betawi merupakan budaya mestizo, atau sebuah campuran budaya dari beragam etnis. Sejak zaman Hindia Belanda, Batavia (kini Jakarta) merupakan ibu kota Hindia Belanda yang menarik pendatang dari dalam dan luar Nusantara. Suku-suku yang mendiami Jakarta antara lain, Jawa, Sunda, Minang, Batak, dan Bugis. Selain dari penduduk Nusantara, budaya Betawi juga banyak menyerap dari budaya luar, seperti budaya Arab, Tiongkok, India, dan Portugis.
Suku Betawi sebagai penduduk  Jakarta agak tersingkirkan oleh penduduk pendatang. Mereka keluar dari Jakarta dan pindah ke wilayah-wilayah yang ada di provinsi Jawa Barat dan provinsi Banten. Budaya Betawi pun tersingkirkan oleh budaya lain baik dari Indonesia maupun budaya barat. Untuk melestarikan budaya Betawi, didirikanlah cagar budaya di Situ Babakan.
Sifat campur-aduk dalam dialek Betawi adalah cerminan dari kebudayaan Betawi secara umum, yang merupakan hasil perkawinan berbagai macam kebudayaan, baik yang berasal dari daerah-daerah lain di Nusantara maupun kebudayaan asing.
Ada juga yang berpendapat bahwa suku bangsa yang mendiami daerah sekitar Batavia juga dikelompokkan sebagai suku Betawi awal (proto Betawi). Menurut sejarah, Kerajaan Tarumanagara, yang berpusat di Sundapura atau Sunda Kalapa, pernah diserang dan ditaklukkan oleh kerajaan Sriwijaya dari Sumatera. Oleh karena itu, tidak heran kalau etnis Sunda di pelabuhan Sunda Kalapa, jauh sebelum Sumpah Pemuda, sudah menggunakan bahasa Melayu, yang umum digunakan di Sumatera, yang kemudian dijadikan sebagai bahasa nasional.
Karena perbedaan bahasa yang digunakan tersebut maka pada awal abad ke-20, Belanda menganggap orang yang tinggal di sekitar Batavia sebagai etnis yang berbeda dengan etnis Sunda dan menyebutnya sebagai etnis Betawi (kata turunan dari Batavia). Walau demikian, masih banyak nama daerah dan nama sungai yang masih tetap dipertahankan dalam bahasa Sunda seperti kata Ancol, Pancoran, Cilandak, Ciliwung, Cideng (yang berasal dari Cihideung dan kemudian berubah menjadi Cideung dan tearkhir menjadi Cideng), dan lain-lain yang masih sesuai dengan penamaan yang digambarkan dalam naskah kuno Bujangga Manik yang saat ini disimpan di perpustakaan Bodleian, Oxford, Inggris.
Meskipun bahasa formal yang digunakan di Jakarta adalah Bahasa Indonesia, bahasa informal atau bahasa percakapan sehari-hari adalah Bahasa Indonesia dialek Betawi. Dialek Betawi sendiri terbagi atas dua jenis, yaitu dialek Betawi tengah dan dialek Betawi pinggir. Dialek Betawi tengah umumnya berbunyi "é" sedangkan dialek Betawi pinggir adalah "a". Dialek Betawi pusat atau tengah seringkali dianggap sebagai dialek Betawi sejati, karena berasal dari tempat bermulanya kota Jakarta, yakni daerah perkampungan Betawi di sekitar Jakarta Kota, Sawah Besar, Tugu, Cilincing, Kemayoran, Senen, Kramat, hingga batas paling selatan di Meester (Jatinegara). Dialek Betawi pinggiran mulai dari Jatinegara ke Selatan, Condet, Jagakarsa, Depok, Rawa Belong, Ciputat hingga ke pinggir selatan hingga Jawa Barat.
Contoh penutur dialek Betawi tengah adalah Benyamin S., Ida Royani dan Aminah Cendrakasih, karena mereka memang berasal dari daerah Kemayoran dan Kramat Sentiong. Sedangkan contoh penutur dialek Betawi pinggiran adalah Mandra dan Pak Tile. Contoh paling jelas adalah saat mereka mengucapkan kenape/kenapa'' (mengapa). Dialek Betawi tengah jelas menyebutkan "é", sedangkan Betawi pinggir bernada "a" keras mati seperti "ain" mati dalam cara baca mengaji Al Quran.
Dalam bidang kesenian, misalnya, orang Betawi memiliki seni Gambang Kromong yang berasal dari seni musik Tionghoa, tetapi juga ada Rebana yang berakar pada tradisi musik Arab, Keroncong Tugu dengan latar belakang Portugis-Arab, dan Tanjidor yang berlatarbelakang ke-Belanda-an. Saat ini Suku Betawi terkenal dengan seni Lenong, Gambang Kromong, Rebana Tanjidor dan Keroncong.
Seni tari di Jakarta merupakan perpaduan antara unsur-unsur budaya masyarakat yang ada di dalamnya. Contohnya tari Topeng Betawi, Yapong yang dipengaruhi tari Jaipong Sunda, Cokek dan lain-lain. Pada awalnya, seni tari di Jakarta memiliki pengaruh Sunda dan Tiongkok, seperti tari Yapong dengan kostum penari khas pemain Opera Beijing. Namun Jakarta dapat dinamakan daerah yang paling dinamis. Selain seni tari lama juga muncul seni tari dengan gaya dan koreografi yang dinamis.
Drama tradisional Betawi antara lain Lenong dan Tonil. Pementasan lakon tradisional ini biasanya menggambarkan kehidupan sehari-hari rakyat Betawi, dengan diselingi lagu, pantun, lawak, dan lelucon jenaka. Kadang-kadang pemeran lenong dapat berinteraksi langsung dengan penonton.
Cerita rakyat yang berkembang di Jakarta selain cerita rakyat yang sudah dikenal seperti Si Pitung, juga dikenal cerita rakyat lain seperti serial Jagoan Tulen atau si jampang yang mengisahkan jawara-jawara Betawi baik dalam perjuangan maupun kehidupannya yang dikenal "keras". Selain mengisahkan jawara atau pendekar dunia persilatan, juga dikenal cerita Nyai Dasima yang menggambarkan kehidupan zaman kolonial. creita lainnya ialah Mirah dari Marunda, Murtado Macan Kemayoran, Juragan Boing dan yang lainnya.
Senjata khas Jakarta adalah bendo atau golok yang bersarungkan terbuat dari kayu.
Sebagian besar Orang Betawi menganut agama Islam, tetapi yang menganut agama Kristen; Protestan dan Katolik juga ada namun hanya sedikit sekali. Di antara suku Betawi yang beragama Kristen, ada yang menyatakan bahwa mereka adalah keturunan campuran antara penduduk lokal dengan bangsa Portugis. Hal ini wajar karena pada awal abad ke-16, Surawisesa, raja Sunda mengadakan perjanjian dengan Portugis yang membolehkan Portugis membangun benteng dan gudang di pelabuhan Sunda Kalapa sehingga terbentuk komunitas Portugis di Sunda Kalapa. Komunitas Portugis ini sekarang masih ada dan menetap di daerah Kampung Tugu, Jakarta Utara.
Di Jakarta, orang Betawi sebelum era pembangunan orde baru, terbagi atas beberapa profesi menurut lingkup wilayah (kampung) mereka masing-masing. Semisal di kampung Kemanggisan dan sekitaran Rawabelong banyak dijumpai para petani kembang (anggrek, kemboja jepang, dan lain-lain). Dan secara umum banyak menjadi guru, pengajar, dan pendidik semisal K.H. Djunaedi, K.H. Suit, dll. Profesi pedagang, pembatik juga banyak dilakoni oleh kaum betawi. Petani dan pekebun juga umum dilakoni oleh warga Kemanggisan.
Kampung yang sekarang lebih dikenal dengan Kuningan adalah tempat para peternak sapi perah. Kampung Kemandoran di mana tanah tidak sesubur Kemanggisan. Mandor, bek, jagoan silat banyak di jumpai disana semisal Ji'ih teman seperjuangan Pitung dari Rawabelong. Di kampung Paseban banyak warga adalah kaum pekerja kantoran sejak zaman Belanda dulu, meski kemampuan pencak silat mereka juga tidak diragukan. Guru, pengajar, ustadz, dan profesi pedagang eceran juga kerap dilakoni.
Warga Tebet aslinya adalah orang-orang Betawi gusuran Senayan, karena saat itu Ganefonya Bung Karno menyebabkan warga Betawi eksodus ke Tebet dan sekitarnya untuk "terpaksa" memuluskan pembuatan kompleks olahraga Gelora Bung Karno yang kita kenal sekarang ini. Karena asal-muasal bentukan etnis mereka adalah multikultur (orang Nusantara, Tionghoa, India, Arab, Belanda, Portugis, dan lain-lain), profesi masing-masing kaum disesuaikan pada cara pandang bentukan etnis dan bauran etnis dasar masing-masing.
Asumsi kebanyakan orang tentang masyarakat Betawi ini jarang yang berhasil, baik dalam segi ekonomi, pendidikan, dan teknologi. Padahal tidak sedikit orang Betawi yang berhasil. Beberapa dari mereka adalah Muhammad Husni Thamrin, Benyamin Sueb, dan Fauzi Bowo yang menjadi Gubernur Jakarta saat ini .
Ada beberapa hal yang positif dari Betawi antara lain jiwa sosial mereka sangat tinggi, walaupun kadang-kadang dalam beberapa hal terlalu berlebih dan cenderung tendensius. Orang Betawi juga sangat menjaga nilai-nilai agama yang tercermin dari ajaran orangtua (terutama yang beragama Islam), kepada anak-anaknya. Masyarakat Betawi sangat menghargai pluralisme. Hal ini terlihat dengan hubungan yang baik antara masyarakat Betawi dan pendatang dari luar Jakarta.
Orang Betawi sangat menghormati budaya yang mereka warisi. Terbukti dari perilaku kebanyakan warga yang mesih memainkan lakon atau kebudayaan yang diwariskan dari masa ke masa seperti lenong, ondel-ondel, gambang kromong, dan lain-lain.
Memang tidak bisa dipungkiri bahwa keberadaan sebagian besar masyarakat Betawi masa kini agak terpinggirkan oleh modernisasi di lahan lahirnya sendiri. Namun tetap ada optimisme dari masyarakat Betawi generasi mendatang yang justru akan menopang modernisasi tersebut.



Benyamin Sueb, seniman Betawi legendaris.

•    Muhammad Husni Thamrin - pahlawan nasional
•    Ismail Marzuki - pahlawan nasional, seniman
•    Ridwan Saidi - budayawan, politisi
•    Bokir - seniman lenong
•    Nasir - seniman lenong
•    Benyamin Sueb - artis
•    Nazar Ali - artis
•    Mandra - artis
•    Omaswati - artis
•    Mastur - artis
•    Mat Solar - artis
•    Fauzi Bowo - Gubernur DKI Jakarta (2007 - 2012)
•    K.H. Noerali - pahlawan nasional, ulama
•    SM Ardan - sastrawan
•    Mahbub Djunaidi - sastrawan
•    Firman Muntaco - sastrawan
•    K.H. Abdullah Syafe'i - ulama
•    K.H. Abdul Rasyid Abdullah Syafe'i - ulama
•    Tutty Alawiyah A.S. - mubalighat, tokoh pendidik, mantan menteri
•    K.H. Zainuddin M.Z. - ulama
•    Deddy Mizwar - aktor, sutradara, tokoh perfilman
•    Nawi Ismail - sutradara, tokoh perfilman
•    Hasan Wirayuda - mantan menteri luar negeri
•    Ichsanuddin Noorsy - pengamat sosial-ekonomi, mantan anggota DPR/MPR
•    Helmy Adam - sutradara
•    Zen Hae - sastrawan, Ketua Komite Sastra Dewan Kesenian Jakarta
•    Zaidin Wahab - pengarang, wartawan
•    Surya Saputra - aktor, penyanyi
•    Abdullah Ali - mantan Dirut BCA
6.    PENUTUP
•    Alya Rohali - artis, mantan Putri Indonesia
•    Abdul Chaer - pakar linguistik, dosen UNJ
•    J.J. Rizal - sejarawan, penulis, pelaku penerbitan
•    Wahidin Halim - Walikota Tangerang
•    Ussy Sulistyowati - artis
•    Urip Arfan - aktor, penyanyi
•    Akrie Patrio - komedian
•    Yahya Andy Saputra - pengarang
•    Balyanur Marga Dewa - pengarang
•    Bundari A.M. - arsitek, penulis
•    Suryadharma Ali - Menteri Agama
•    Chairil Gibran Ramadhan - sastrawan
•    Warta Kusuma - mantan pesepak bola nasional
•    Mohammad Robby - pesepak bola nasional
•    Suryani Motik - tokoh IWAPI (Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia)
•    Edy Marzuki Nalapraya - mantan Wagub DKI, tokoh IPSI (Ikatan Pencak Silat Indonesia)
•    [[Prof. dr. Hasbullah Thabrany, MPH, Dr.PH. - guru besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia





KESIMPULAN

Anggapan masyarakat bahwa penduduk Jakarta asli adalah Suku Betawi itu kurang benar. Karena setelah melalui proses pembahasan diketahui bahwa Suku asli Jakarta adalah Suku Jawa, Bali, Bugis, Melayu, Sunda, dan yang lainnya. Karena memenuhi kebutuhan hidup di Jakarta dibilang mudah, maka banyak penduduk dari daerah lain berdatangan. Sehingga mulai bercampur. Dari situlah Suku Betawi lahir. Sampai saat ini Suku Betawi merupakan penduduk mayoritas Jakarta. Sehingga pensusuk terdahulu mulai tersinggkir. Sampai Suku Betawi berkembang dan tumbuh meluas di Jakarta. Jelas sudah bahwa banyak yang beranggapan suku asli Jakarta adalah Betawi. Inilah fungsi kita belajar ilmu sosisl yang dapat diambil pelajaran tentang asal usul.

Kesimpulan : “Suku Betawi bukan Suku asli Jakarta, tetapi suku pendatang yang kemudian tumbuh dan berkembang di Jakarta. Suku asli mulai tersingkir dan digantikan Suku Betawi”.
   
    SARAN
   
Suku Betawi adalah salah satu suku yang ada di Jakarta. Pertumbuhan dan perkembangan Suku Betawi agar selalu di usahakan kearah yang lebih baik agar generasi penerus dapat terus melestarikan kebudayaan yang dimiliki Suku Betawi. Selain suku betawi banyak suku yang lain juga di Jakarta, mengenal sejarah dan kebudayaan tiap suku dimana kita tinggal itu perlu. Melalui jengjang pendidikan ataupun media informasi, seperti internet. Semoga kelestarian masyarakat Suku Betawi tetap terjaga.

Sumber : www.google.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar